dakwatuna.com - Betapa sulitnya kita
menahan amarah, betapa tak mudahnya mempraktekkan sifat sabar. Banyak orang
yang menguasai teori kesabaran tapi tak banyak yang mampu mengaplikasikannya
dalam keseharian. Bisa jadi di antara orang-orang tersebut adalah saya. Untuk
itu, hari ini saya ingin membuat sedikit catatan lagi sebagai pengingat diri
sendiri khususnya dan kawan-kawan sekalian.
Kemarin saya hadir dalam
undangan pernikahan seorang kawan. Saya hanya ingin mengambil satu adegan dalam
perhelatan sakral tersebut. Yaitu tatkala para undangan mengantri makanan. Saya
lihat, mereka begitu sabar menanti dalam antrian untuk mendapatkan makanan yang
mereka sukai. Antrian yang saya lihat cukup panjang, tapi saya tak mendengar
adanya keluhan yang terlontar. Mungkin saja karena tempatnya cukup kondusif,
berada di dalam gedung mewah dan ber-AC. Bisa di bilang cukup nyaman.
Tapi sayangnya, jarang saya
melihat kesabaran seperti itu jika kondisi yang di hadapi jauh dari kesan
kenyamanan. Misalnya, ketika kita sedang berada di dalam angkot menuju tempat
kegiatan. Tak sesuai dengan kenyataan dan terjadilah kemacetan. Perkiraan waktu
pun jauh melesat, yang tadinya di perkiraan pukul segini harusnya sudah sampai
tujuan ternyata masih di jalan karena terjebak kemacetan.
Melihat dua kondisi di
atas, terdapat persamaan yaitu sama-sama mengantri untuk mendapatkan sesuatu
yang di inginkan. Tapi sangat berbeda dalam prosesnya. Memang jika di lihat
kondisinya sangat bertolak belakang. Jika yang pertama kondisinya sangat
kondusif dan tidak dikejar waktu sedangkan yang kedua seperti di kejar waktu.
Jika di telisik maka cara
penyelesaian dari kedua kondisi di atas adalah kesabaran. Jika pada kondisi
pertama kita bisa sabar karena kondusif, mengapa kita tak bisa membuat kondisi
yang kedua pun menjadi kondusif.
Karena kondusif bukan
tercipta dari suasana sekitar tapi dari hati kita, dari diri kita. Kenyamanan
akan tercipta jika kita bisa membuatnya nyaman bahkan ketika dalam situasi yang
tergolong menyebalkan.
Jika saya berkata, bahwa
semua hal pasti akan kembali pada Allah termasuk masalah ini. Memang benar yang
saya rasakan seperti itu. Kita butuh Allah. Karena semua masalah hanya bisa
teratasi jika kita mengingat Allah dan menyerahkan semuanya kepada Allah.
Sedikitlah melembutkan hati untuk mengingatNya bahkan ketika dalam suatu
keadaan yang menghimpit. Jika belum percaya dengan teori yang saya katakan,
bisa di laksanakan. Memang tak ada kuncinya selain melembutkan hati. Ingatlah
Allah, merasai Dia hadir di dekat kita. Hanya orang-orang yang yakin yang bisa
membuktikannya. Yakin akan kasih sayang Allah. Yakin akan kuasa Allah. Karena
Allah teramat sayang kepada hambaNya. Jangan melulu menuruti hawa nafsu.
Minimal berpikirlah dampak buruk yang akan terjadi pada lingkungan sekitar jika
menuruti bisikan nafsu. Saya yakin hawa nafsu tak akan bisa menyelesaikan satu
masalah pun.
Kita memang bukan makhluk
sempurna, tapi bukan juga makhluk yang berhenti untuk mendekati kesempurnaan.
Yah, meskipun kita tertatih mendekatiNya, mencapai ridhoNya tapi Allah akan
tetap menilai proses kita.
Semoga
kita selalu di lindungi dengan sifat kesabaran dalam situasi apapun. Aamiin
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus