Jangan Sebut Anak Anda “Nakal”
Tarbiyatul Aulad 24/9/2012
| 07 Dhul-Qadah 1433 H | Hits: 6.101
Oleh: Cahyadi Takariawan
dakwatuna.com –
“Anak saya ini nakal sekali”, kata seorang ibu. “Kamu itu memang anak nakal”,
kata seorang bapak. Kalimat itu sering kita dengarkan dalam kehidupan
sehari-hari. Sangat sering kita mendengar orang tua menyebut anaknya dengan
istilah nakal, padahal kadang maksudnya sekadar mengingatkan anak agar tidak
nakal. Namun apabila anak konsisten mendapatkan sebutan nakal, akan berpengaruh
pada dirinya. Predikat-predikat buruk memang cenderung memiliki dampak yang
buruk pula. Nakal adalah predikat yang tak diinginkan oleh orang tua, bahkan
oleh si anak sendiri. Namun, seringkali lingkungan telah memberikan predikat
itu kepada si anak: kamu anak nakal, kamu anak kurang ajar, kamu anak susah
diatur, dan sebagainya. Akibatnya, si anak merasa divonis.
Hindari Sebutan
Nakal
Jika tuduhan nakal itu diberikan berulang-ulang oleh banyak orang, akan
menjadikan anak yakin bahwa ia memang nakal. Bagaimanapun nakalnya si anak,
pada mulanya tuduhan itu tidak menyenangkan bagi dirinya. Apalagi, jika sudah
sampai menjadi bahan tertawaan, cemoohan, dan ejekan, akan sangat menggores
relung hatinya yang paling dalam. Hatinya luka. Ia akan berusaha melawan
tuduhan itu, namun justru dengan tindak kenakalannya yang lebih lanjut.
Hendaknya orang tua menyadari bahwa mengingatkan kesalahan anak tidak identik
dengan memberikan predikat “nakal” kepadanya. Nakal itu —di telinga siapa pun
yang masih waras— senantiasa berkesan negatif. Siapa tahu, anak menjadi nakal
justru lantaran diberi predikat “nakal” oleh orang tua atau lingkungannya!
Mengingatkan kesalahan anak hendaknya dengan bijak dan kasih sayang.
Bagaimanapun, mereka masih kecil. Sangat mungkin melaku¬kan kesalahan karena
ketidaktahuan, atau karena sebab-sebab yang lain. Namun, apa pun bentuk
kenakalan anak, biasanya ada penyebab yang bisa dilacak sebagai sebuah bahan
evaluasi diri bagi para pendidik dan orang tua. Banyak kisah tentang anak-anak
kecil yang cacat atau meninggal di tangan orang tuanya sendiri. Cara-cara
kekerasan yang dipakai untuk menanggulangi kenakalan anak seringkali tidak
tepat. Watak anak sebenarnya lemah dan bahkan lembut. Mereka tak suka pada kekerasan.
Jika disuruh memilih antara punya bapak yang galak atau yang penyabar lagi
penyayang, tentu mereka akan memilih tipe kedua. Artinya, hendaknya orang tua
berpikiran “tua” dalam mendidik anak-anaknya, agar tidak salah dalam mengambil
langkah. Sekali lagi, jangan cepat memberi predikat negatif. Hal itu akan
membawa dampak psikologis yang traumatik bagi anak. Belum tentu anak yang sulit
diatur itu nakal, bisa jadi justru itulah tanda-tanda kecerdasan dan
kelebihannya dibandingkan anak lain. Hanya saja, orang tua biasanya tidak sabar
dengan kondisi ini. Ungkapan bijak Dorothy Law Nolte dalam syair Children Learn
What They Live berikut bisa dijadikan sebagai bahan perenungan,
Bila anak
sering dikritik, ia belajar mengumpat
Bila anak sering dikasari, ia belajar
berkelahi
Bila anak sering diejek, ia belajar menjadi pemalu
Bila anak sering
dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
Bila anak sering dimaklumi, ia belajar
menjadi sabar
Bila anak sering disemangati, ia belajar menghargai
Bila anak
mendapatkan haknya, ia belajar bertindak adil
Bila anak merasa aman, ia belajar
percaya
Bila anak mendapat pengakuan, ia belajar menyukai dirinya
Bila anak
diterima dan diakrabi, ia akan menemukan cinta.
Cara Pandang Positif
Hendaknya
orang tua selalu memiliki cara pandang positif terhadap anak. Jika anak sulit
diatur, maka ia berpikir bahwa anaknya kelebihan energi potensial yang belum
tersalurkan. Maka orang tua berusaha untuk memberikan saluran bagi energi
potensial anaknya yang melimpah ruah itu, dengan berbagai kegiatan yang
positif. Selama ini anaknya belum mendapatkan alternatif kegiatan yang memadai
untuk menyalurkan berbagai potensinya. Dengan cara pandang positif seperti itu,
orang tua tidak akan emosional dalam menghadapi ketidaktertiban anak. Orang tua
akan cenderung introspeksi dalam dirinya, bukan sekadar menyalahkan anak dan
memberikan klaim negatif seperti kata nakal. Orang tua akan lebih lembut dalam
berinteraksi dengan anak-anak, dan berusaha untuk mencari jalan keluar terbaik.
Bukan dengan kemarahan, bukan dengan kata-kata kasar, bukan dengan pemberian
predikat nakal. “Kamu anak baik dan shalih. Tolong lebih mendengar pesan ibu ya
Nak”, ungkapan ini sangat indah dan positif. “Bapak bangga punya anak kamu.
Banyak potensi kamu miliki. Jangan ulangi lagi perbuatanmu ini ya Nak”, ungkap
seorang bapak ketika ketahuan anaknya bolos sekolah. Semoga kita mampu menjadi
orang tua yang bijak dalam membimbing, mendidik dan mengarahkan tumbuh kembang
anak-anak kita. Hentikan sebutan nakal untuk mendidik anak-anak.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/09/23024/jangan-sebut-anak-anda-nakal/#ixzz27j9xy5dQ